Jokowi Mau Lawan Balik UE di WTO, Begini Respons Petani Sawit

Jokowi Mau Lawan Balik UE di WTO, Begini Respons Petani Sawit Jokowi Mau Lawan Balik UE di WTO, Begini Respons Petani Sawit

Jakarta - Petani sawit mendukung rencana pemerintah adapun bagi menggugat Uni Eropa (UE) ke badan sengketa Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Meski, sampai saat ini belum jelas soal gugatan adapun bagi diditerimakan, namun ada dugaan pemerintah bagi memprotes Undang-Undang (UU) Anti-Deforestasi adapun telah disetujui Komisi UE ala Desember 2022 dahulu.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, mengatakan gugatan itu wajib dilakukan pemerintah. Dia pun optimistis Indonesia bisa menang nantinya.

"Ya, memang harus digugat. Kita punya hak kepada itu. Karena itu marompeng keadilan, keadilan itu setara. Kalau pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) nggak gugat, negara nggak gugat, petani sawit adapun gugat," kata Gulat usai pembukaan Rakornas Kelapa Sawit 2023 antara Jakarta, Senin (27/2/2023).

"Mereka kan melindungi produksi minyak nabati mereka, ini politik dagang, kita nggak bisa membatu," tambahnya.

Dia pun merekomendasikan strategi agar menang dekat WTO nantinya.

"Menunjukkan realitas dalam lapangan bagaimana, lihat betapa efektifnya 3 dimensi (ekonomi, sosial, memakai area) daripada sawit ini. Jadi isu yang melenceng di-counter melalui ke lapangan, nggak buntuk tetapi pergi ke sana pergi ke sini, undang mereka berlabuh. Dan kami sudah melakukan itu, 27 Dubes UE sudah kami ajak ketemu, clear," kata Gulat.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto, mengatakan Pemerintah Indonesia wujud menggugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait minyak sawit.

Dia menyebut, dua gugatan kepada Uni Eropa yang bagi segera dilayangkan ke WTO.

"Di sawit, juga kita menganutkan ada dua gugatan mutakhir (ke WTO). Ada lah, yang jelas bagi kita menganutkan dua gugatan segera," kaperbincangan kedalam acara "Energy & Mining Outlook 2023" CNBC Indonesia, Kamis (23/02/2023).

Namun, dia enggan memerinci soal gugatan itu.

Yang jelas, tercatat ada 16,2 juta warga Indonesia yang menggantungkan nasibnya ke sektor kelapa sawit. Ini artinya, langkah pemerintah yang kepala batu melawan UE lagi memperjuangkan sawit RI dengan WTO mau berdampak dengan nasib 16,2 juta orang tercantum.

Jutaan Warga RI Bergantung ke Sawit

Dalam kesempatan sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan selanjutnya Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Mahmud mengatakan, pengembangan kelapa sawit di dalam negeri mempunyai rantai domino yang tidak sedikit.

"Peremajaan kelapa sawit manfaatnya itu tidak kecil sekali, ada tenaga kerja. Lapangan kerja yang diciptakan itu sampai 16,2 juta tenaga kerja. Belum lagi lahan kita yang sudah ditanami kelapa sawit, atas luas lahan kita 188 juta hektare (ha) maka diantaranya hanya 30% demi digunakan kebernapasan kita," kainterogasi.

Seengat, lanjut dia, 30% melalui 188 juta ha, yaitu sekitar 60 juta ha untuk rumah, untuk kehidupan, untuk infrastruktur, untuk pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan energi, kebutuhan serat.

"Kebutuhan ekonomi negara kita secara keseluruhan itu hanya 30 juta ha bahwa digunakan pertanian menjumpai memenuhi kebutuhan pangan dengan lainnya," ujarnya.

"16,3 juta ha kita tanami kelapa sawit semaka demikian adinya kebergunaan harus betul-betul kita jaga, harus betul bisa berjalan dengan lancar, itu karena kita menjaga 50% aset atas pertanian kita. Oleh karena itu, program yang sekarang ini kita harapkan betul-betul bisa kita jaga adalah atas peremajaan sawit rakyat (PSR) luput perorangan," tambah dia.

Dia mengatakan, program peremajaan kelapa sawit (PSR) ini bukan cuma membangun kebun, tetapi membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menjaga ekonomi rakyat, menjaga siklus kebutuhan pangan, kebutuhan energi, kebutuhan masyarakat atas tetap memiliki ekosistem yang menghasilkan oksigen.

"Bisa menyerap Co2, selanjutnya itu semuanya ada di perkebunan kelapa sawit, terbersarang kepada menjaga kesehatan, terbersarang kepada menjaga ketimbang pandemi Covid-19 yang lantas. Jadi, sedemikian luasnya manfaat ketimbang kelapa sawit. Nah, hari ini kita ingin menjaga supaya manfaat yang kita dapat hari ini tetap akan berlangsung sampai memakai ratusan tahun yang lantas," tuturnya.

"Karena kita menjaga ekonomi, kesejahteraan rakyat kita supaya terus berkembang maka terus maju itu tidak bisa hanya dilakukan oleh satu sektor, kita harus saling mendukung, saling men-support," pungkas Musdalifah.